Showing posts with label Indonesia. Show all posts
Showing posts with label Indonesia. Show all posts

05 October 2010

Bekerja Keras

Bangsa Asia sejak lama sudah terkenal sebagai bangsa petani, hampir seluruh bangsa asia, khusunya asia timur, makanan pokoknya adalah nasi. Dari bangsa jepang dan cina di utara sampai bangsa Indonesia di selatan. Namun, iklim yang ada di asia timur tidaklah sama, bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa di Asia Tenggara diberikan limpahan sinar matahari sepanjang tahun sementara bangsa Jepang dan Cina harus merasakan musim salju yang bergantian dengan musim panas. Musim salju sudah dapat dipastikan tidak dapat dilakukan cocok tanam, khususnya padi yang memerlukan perhatian ekstra.

Sementara bangsa Indonesia dapat merasakan panen 2 kali setahun karena limpahan sinar matahari, bangsa Cina tidak bisa mendapatkan limpahan matahari yang sama. Tetapi sejak dulu, petani cina tetap dapat melakukan panen 2 kali setahun dengan kondisi yang kurang menguntungkan. Petani di Cina menyiasati kekurangan sinar matahari dengan bekerja lebih keras, mereka bangun jam 4 pagi, menyiapkan benih-benih, membersihkan rumput, mempupuk dan mengairi lahan pertaniannya. Petani di Cina baru akan pulang ke rumah pada pukul 7 malam, dengan jam kerja lebih dari 12 jam, dalam setahun petani di Cina dapat menghasilkan panen 2 kali.

Lalu bagimana petani di Indonesia?, ke ladang jam 8 pagi, membersihkan rumput mengawasi ladang, makan siang jam 12, istirahat tidur siang (maklum warisan belanda), dan pulang jam 4 sore.

Petani di Cina selalu mempersiapkan diri menghadapi musim salju, petani yang tidak berhasil panen akan kelaparan pada musim salju. Tragedi kelaparan luar biasa pada zaman Mao ze Dong adalah contoh bagaimana kerasnya musim salju di Cina. Pada musim saljupenduduk desa sampai terpaksa melakukan kanibalisme karena kelaparan. Seorang ayah sampai berkata kepada istrinya agar setelah sang suami meninggal, dagingnya agar dimasak dan diberikan kepada anak-anaknya, agar mereka dapat hidup melewati musim salju.

Apakah bangsa Indonesia harus menunggu sampai Allah menarik kenikmatan luar biasa cuaca khatulistiwa ini agar kita mau bekerja keras? sudah selayaknya kita bersyukur dan mau belajar dari bangsa lain, bahwa bangsa ini mampu untuk menjadi bangsa pekerja keras.

Selamat bekerja keras.

23 September 2010

Alasan Untuk Tidak Sederhana

Tulisan yang sedang anda baca ini adalah rangkaian dari heksalogi kesederhanaan (halah). Menyambung cerita saya sebelumnya, tentang kesederhanaan, kali ini saya ingin berbagi tentang mengapa seseorang atau beberapa orang atau mungkin semua orang tidak sederhana.

Pertama, status sosial, sebagai seorang putra GM sebuah perusahaan multi nasional, pejabat eselon dua atau pengusaha batubara, pastinya kalau pulang atau pergi ke kantor naik avanza apalagi motor akan jadi gunjingan banyak pihak. terlebih kalau perusahaan memberikan fasilitas kredit mobil sampai plafon 300 juta atau diberi mobil dinas dengan merek toyota camry.

Kedua, kemudahan atau kelancaran urusan, kalau anda ke hotel mewah bintang 5 diamond untuk suatu pertemuan penting dengan sebuah taksi, xenia atau motor (seperti saya) pasti akan menemui kendala seperti tidak diterima di pos satpam, tidak dibukakan pintu di lobby hotel atau mungkin malah dikira bawahannya.

Ketiga, ukuran keberhasilan diri, seorang teman pernah berkata kepada saya, jika mau mengukur keberhasilan bisnis seseorang, lihatlah dari capaiannya. Contohnya kendaraannya, kantornya atau mungkin asetnya. Makanya pas pertemuan dengan client banyak yang datang dengan pakaian terbaik dan kendaraan terbaik, walau sebenarnya bisnisnya tidak lagi baik. :)

Untuk sekarang tiga alasan saja ya, nanti dilanjut lagi kalo saya sudah dapat mobil dinas, sekarang saya baru dapat baju dinas, jadi ceritanya juga cuma segitu. :D

14 February 2010

Bakrie Sebagai Korporasi Keluarga Indonesia

Kelompok Usaha Bakrie adalah nama resmi untuk semua perusahaan yang berada di bawah naungan dan kepemilikan keluarga Bakrie. Bakrie sendiri diambil dari akar kata bahasa arab yang berarti bakrun atau subuh. Bakrie adalah nama kedua dari H Achmad Bakrie, salah satu pendiri Bakrie & Brothers, bersama dengan H Abu Yamin, kakak kandung H Achmad Bakrie. Kemungkinan besar H Achmad Bakrie lahir ketika subuh datang di kalianda Lampung.

Saya sudah 4 tahun ini bekerja di bawah salah satu perusahaan telekomunikasi yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bakrie. Bertepatan dengan tanggal 11 Februari 2010 yang lalu, Kelompok usaha Bakrie telah genap berusia 68 tahun, bahkan sekarang kendali banyak perusahaan sudah dipegang oleh generasi ketiga. Salah satunya adalah perusahaan telekomunikasi Bakrie telecom yang dipimpin oleh Anindya Bakrie (www.aninbakrie.com) cucu dari H Achmad Bakrie dari Aburizal Bakrie (www.icalbakrie.com).

Melihat perkembangan bisnis bakrie sama dengan melihat perkembangan bisnis di Indonesia. Generasi pertama melakukan bisnis perdagangan komoditas ketika masa kolonial belanda. Perdagangan komoditas pula yang dikerjakan oleh Nyai Ontosoroh di roman Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer. Generasi kedua banyak mengembangkan bisnis di ranah industri alat berat dan properti, pipa baja dan gedung-gedung perkantoran adalah bidangnya. Sementara generasi ketiga mencoba merambah bisnis multimedia dan telekomunikasi, ditandai dengan layanan seluler dan portal berita.

Koorporasi keluarga di Indonesia yang bertahan sampai dengan 3 generasi sangatlah jarang, bahkan di negara maju sekalipun. Hal ini merupakan salah satu bukti kaderisasi yang cukup baik di keluarga Bakrie. Salah satu kunci keluarga bakrie dalam melakukan kaderisasi adalah dengan pendidikan, hal ini dapat dilihat pada generasi pertama yang menjalani pendidikan HIS di masa kolonial belanda. Generasi kedua yang menyelesaikan pendidikan sarjana di Perguruan Tinggi Negeri, salah satunya ITB. Serta generasi ketiga yang menyelesaikan pendidikan business school di salah satu universitas terbaik dunia, Stanford University.

Bisnis adalah salah satu faktor penting dalam perkembangan suatu bangsa, menjadikan jumlah businessman di Indonesia menjadi 7% dari total penduduk seperti di Amerika adalah keharusan. Dengan korporasi bangsa sendiri, maka setiap keuntungan yang dihasilkan akan bermanfaat untuk kemandirian bangsa. Keluarga bakrie telah memberikan contoh, tinggal bagaimana kita, pemuda Indonesia mau mulai untuk mandiri dan memberi manfaat untuk bangsa ini.

19 January 2010

Programmer DKI Dapat Tunjangan Khusus

Dari TV One www.tvone.co.id

Pemprov DKI menghapus honor dan tunjangan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang ada saat ini dan menggantinya dengan Tunjangan Kinerja Daerah (TKD). "Anggaran yang disiapkan untuk itu Rp3,5 triliun. TKD ini pengganti honor, TPP dan kesra yang dihapus. Selain menertibkan administrasi, TKD juga untuk memacu kinerja," kata Gubernur DKI, Fauzi Bowo di Jakarta, Senin (19/1).

Tunjangan baru ini, baru akan mulai dibayarkan pada 20 Februari mendatang. Setelah dilakukan penilaian bulan sebelumnya yakni Januari. Besarannya berkisar antara Rp2,9 juta untuk golongan I dan Rp50 juta untuk golongan tertinggi atau eselon I seperti sekretaris daerah.

Menurut Gubernur, angka maksimal akan dicapai pegawai yang rajin dan kinerjanya baik. Seperti absensi misalnya, memegang bobot paling besar yakni 70 persen dari penilaian kinerja dan 30 persen sisanya adalah penilaian terhadap hasil kerja yang dicapai, lancar tidaknya komunikasi atau kerjasama dengan pihak luar, serta kelakuan atau perilaku.

Selain itu, ada tunjangan khusus bagi satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang memiliki tugas khusus pelayanan atau dalam tugasnya risiko dinilai besar akan diberikan tambahan tunjangan Rp1 juta per orang. Beberapa pos yang akan mendapatkan tambahan tunjangan Rp1 juta tersebut antara lain pegawai kelurahan, pegawai kecamatan, petugas Dinas Pemadam Kebakaran, serta guru di Kepulauan Seribu.

Guru-guru di Kepulauan Seribu diberikan tambahan tunjangan sebesar Rp1 juta di luar TKD, lantaran tugasnya di daerah terpencil. Sedangkan pegawai di Dinas Pemadam Kebakaran juga diberikan tambahan Rp1 juta, lantaran risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Begitu juga pegawai di RSUD Duren Sawit diberikan tambahan Rp1 juta selain TKD, karena tugasnya juga melayani pasien cacat mental (pasien gila) yang membutuhkan ketelatenan dan kesabaran.

Selain pos-pos tersebut, ada juga pegawai yang mendapat tunjangan khusus tambahan di luar TKD antara lain auditor yang mendapat tambahan Rp2 juta, pustakawan, analis kepegawaian dan programer masing-masing juga diberikan tambahan Rp2 juta karena membutuhkan keahlian khusus.

Jika kinerja tidak tercapai, Fauzi menyebut pihaknya tidak akan segan untuk memotong tunjangan tersebut, karena pemberian tunjangan pada dasarnya adalah untuk menggenjot pelayanan publik dari tingkat kelurahan hingga dinas. "Sehari tidak masuk besaran pokok tunjangan kinerja daerah akan dipotong 5 persen. Kalau 20 hari mangkir, berarti tidak dapat sama sekali tunjangan," ujar Fauzi.

Menurut Gubernur, sistem baru ini akan bisa memberikan rasa keadilan kepada setiap PNS, karena besaran tunjangan akan berorientasi kepada hasil atau berbasis kinerja. Dengan demikian, tidak lagi ada dua pegawai yang kinerjanya berbeda tapi gajinya sama.

Kepala SKPD atau UKPD diminta untuk memberi penilaian terhadap anak buahnya dengan sebaik-baiknya karena penilaian asal akan diberikan sanksi. Saat ini, total ada 78.500 pegawai dilingkungan Pemprov DKI.



18 January 2010

Tunjangan Daerah Pemda DKI

Diambil dari pulauseribu.net

Pemprov DKI Jakarta berkomitmen untuk terus memberikan dan meningkatkan kesejahteraan para pegawainya. Pada tahun 2010 ini, komitmen diwujudkan dalam bentuk pemberian uang tunjangan berbasis kinerja atau tunjangan kinerja daerah (TKD). Namun TKD hanya akan diberikan pada pegawai yang memiliki kinerja dan kedisiplinan tinggi setiap tanggal 20. Kebijakan ini sekaligus menghapus tiga jenis tunjangan yang diberikan pada tahun sebelumnya, yakni tunjangan perbaikan penghasilan (TPP), tunjangan kesejahteraan, (Kesra), dan tunjangan khusus.


"Kita punya sistem remunerasi yang berbeda pada tahun 2010 ini. Dimana sistem remunerasi yang diterapkan lebih mengarah kepada sistem keadilan. Karena, besarnya uang tunjangan setiap PNS tidak akan sama. TKD ini akan diberikan setiap bulan tanggal 20,” kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, usai rapat pengarahan tentang pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2010 dan penerapan penghitungan kinerja pegawai Pemprov DKI Jakarta di Balai Samudera, Kelapagading, Jakarta Utara, Sabtu (16/1).

Pemberian TKD ini untuk memacu kinerja dan sekaligus menjamin keadilan dalam pemberian tunjungan. Sebab, selain memperhatikan kedisiplinan melalui kehadiran/absensi, juga dilihat kinerjanya. “Jadi tunjangan yang diterima pegawai yang kinerjanya buruk berbeda dengan yang berprestasi,” jelas Fauzi.

Dalam rapat tersebut, selain pembahasan anggaran, Fauzi juga akan melakukan evaluasi kinerja seluruh karyawan Pemprov DKI Jakarta selama 2009. Penerapan TKD ini merupakan pelaksanaan dari Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 215 tahun 2009. Karenanya, peningkatan kesejahteraan karyawan ini hendaknya dibarengi dengan perbaikan kinerja karyawan yang jumlahnya mencapai 78.500 PNS/CPNS DKI. Sebab tujuan dari pemberian TKD ini salah satunya adalah untuk peningkatan kualitas layanan publik, tertib administrasi keuangan, serta memperkecil tindak penyelewengan anggaran.

“TKD yang akan diberikan kepada pegawai berdasarkan peringkat jabatan (job class) pada masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)/Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD). TKD merupakan penyederhanaan beberapa tunjangan yang ada, seperti TPP dan Kesra. Dengan berlakunya TKD, maka honor-honor yang ada selama ini tidak ada lagi,” paparnya.

Besaran TKD yang diterima pegawai antara Rp 2,9 juta hingga Rp 50 juta. Namun uang tunjangan itu akan diberikan secara penuh jika kinerja dan absensi atau kehadirannya yang bersangkutan full seratus persen. Namun jika alpa akan dikenakan potongan sebesar 5 persen per sehari. “TKD itu diberikan berdasarkan perhitungan 70 persen kehadiran dan 30 persen kinerja,” ungkap Fauzi Bowo.

Gubernur juga menyebutkan bahwa TKD yang lebih tinggi diberikan kepada pegawai lapangan. Seperti untuk pegawai di lingkungan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana, pegawai kantor kelurahan dan kecamatan, serta pegawai yang bertugas di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Penilaian dasar pemberian TKD ini selain memperhatikan disiplin kehadiran, juga kinerja maupun perilaku pegawai. “Penilaian kehadiran dapat dilihat melalui alat absensi elektronik, sedangkan perilaku dan kinerja dinilai pimpinan SKPD/UKPD yang dilakukan berjenjang,” katanya. Saat ini anggaran yang disiapkan untuk pemberian TKD itu sebanyak Rp 3,5 triliun dari APBD 2010.

Kepala Bagian Kesra dan Pensiunan Badan Kepegawaian Daerah DKI Jakarta, S Haridjogya mengatakan, bagi pegawai yang memiliki resiko tinggi dalam menjalankan tugasnya mendapatkan TKD khusus. “Bagi pegawai yang memiliki resiko tinggi dalam bertugas, selain mendapatkan TKD, mereka juga mendapatkan penghargaan TKD tambahan yang besarnya bervariasi,” katanya.

Ia mencontohkan, pegawai yang ada di kelurahan maupun kecamatan merupakan unit terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka akan mendapatkan TKD tambahan sebesar Rp 1 juta, pegawai di Kabupaten Kepulauan Seribu sebesar Rp 1 juta, demikian halnya untuk petugas lapangan Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana dan sebagainya. “Pada tanggal 20 setiap bulan sudah bisa dicairkan melalui Bank DKI. Untuk tahun 2010 ini efektif pada tanggal 20 Februari karena penilaian kinerjanya berlangsung Januari,” ungkapnya.

Sekadar diketahui, secara nasional, TKD merupakan kebijakan reformasi birokrasi di bidang remunerasi. Contoh instansi pusat yang telah menerapkan TKD adalah Departemen Keuangan, Badan Pengawas Keuangan, Mahkamah Agung, dan Sekretariat Negara. Sedangkan pemerintah daerah yang telah menerapkan adalah Pemprov Gorontalo, Pemprov Sumatera Barat, dan Pemprov Jawa Barat.

31 December 2009

Selamat Jalan Gus Dur

Innalillahi wa Innailaihi rajiun...
Semoga amal ibadah Gus Dur diterima di sisi Allah SWT.

Mengingat kembali seorang Gus Dur yang dengan segala keterbatasannya,
tetapi rajin membaca buku via audio book, bukan hanya buku bahasa Inggris, tetapi juga buku berbahasa Arab.

Gus Dur tidak pernah lepas dari guyonan sepanjang hidupnya,
Untuk menghormati beliau, berikut beberapa guyonan tentang beliau.

Dari catatan pinggir kompas,

Gus Dur berencana untuk membeli Air Force One untuk Sebagai pesawat Kepresidenan
Tulisan Mang Usil Kompas, 'Salah kali gus, maksudnya Yamaha Force One kali'


Dari New York Times,

There were three things you could never be certain about in Indonesia: life, death and Gus Dur.



30 December 2009

Indonesia as the New India

Taken from Newsweek 20 Oct 2008
For all of those who believe that Indonesia will soon beat China and India.
Let's move, Nation on the move

Jakarta today could be any of Asia's 21st-century boomtowns. The malls buzz, traffic snarls and modern office towers dominate the skyline. It all feels profoundly normal—but that's big progress in a place that, barely ten years ago, seemed destined for ruin. Following the fall of longtime strongman Suharto, and with Indonesia reeling from the 1997-98 Asian financial crisis, many analysts feared that Asia's third-biggest country (population: 235 million) would go the way of Yugoslavia. Instead, it has become a cohesive, robust and exuberantly democratic moderate Muslim nation. Things are so buoyant that Indonesia invites comparison to another Asian giant: India.

Both remain corrupt, chaotic and excruciatingly complex. Yet each is also an attractive emerging economy, and in India's case, a star of the developing world. Could Indonesia be next? Its economy grew by 6.3 percent last year, the main stock exchange ranks among the world's best performers since 2003 and last year foreign direct investment nearly tripled, to a respectable $4 billion. All of which resembles India in the 1990s, when reforms kick-started a potentially massive economy—though outsiders barely noticed until the IT sector took off and growth passed 8 percent. In Indonesia, the key sectors are energy, mining and soft commodities like rubber, palm oil and cocoa. And in an exclusive interview, President Susilo Bambang Yudhoyono says he sees no inherent reason why a big democracy like his can't grow as fast China, which has posted 10 percent growth rates in recent years.

That would put Indonesia on a lot of magazine covers. In fact, the country already looks better than India in two ways: its per capita income ($3,348) is a third higher, and thanks to Jakarta's fiscal austerity, it now boasts one of the lowest debt ratios in the world. "After ten years of restructuring, Southeast Asia's largest economy is in great shape," says Nicholas Cashmore, CLSA's country head and chief researcher in Jakarta.

Indonesia's political turnaround has been just as dramatic as its economic one. The president, known universally as SBY, is a former general who was elected in mid-2004 and has since become the country's most effective democratic leader. In four years, he has helped Indonesia roll up its terrorist problem and rebuild from the 2004 tsunami. Less appreciated (but more enduring), he has backed a profound political decentralization program, empowering hundreds of local administrations. Jakarta now rules by consensus, not decree. This has its downsides: it makes it impossible to railroad through big national development projects of the sort China is famous for. As SBY himself admits, "in many circumstances, we face local communities that don't agree with government projects, so we have to convince them. I do not think the system is wrong. In a democracy like ours, change, reform and resistance are normal."

The country's largest parties now basically agree on economic policy and the need to reduce corruption, improve the rule of law and make government more efficient. Key democratic institutions—including a free press, impartial courts and a legislature chosen by voters—are remarkably robust, and the once all-powerful military has largely removed itself from politics. Meanwhile, regional autonomy has triggered economic booms at the periphery, in contrast to the typical Southeast Asian model. "From the U.S., the U.K. or even Hong Kong," writes Cashmore, "it is difficult to comprehend the magnitude of Indonesia's potential [or] appreciate just how much more there is to the country beyond Jakarta." By his calculation, greater Jakarta now accounts for just 15 percent of Indonesia's GDP, a relatively small share compared to other Asian capitals.

Indonesia's accomplishments are all the more impressive when you remember how far and fast the country has come. The fall of Suharto's New Order (a highly centralized system that vested absolute power in the dictator and his cronies) 10 years ago was accompanied by a financial meltdown so severe that the IMF had to step in. Indonesia also faced fierce separatist insurgencies, Christian-Muslim violence and Islamic extremism underscored by the 2002 Bali bombing. The country seemed to be teetering on the brink of wholesale disintegration. Yet today, as Australian National University economist Andrew MacIntyre and the Asia Foundation's Douglas Ramage argued in a recent report, observers should start thinking of Indonesia "as a normal country grappling with challenges common to other large, middle-income, developing democracies—not unlike India, Mexico or Brazil."

In some ways Indonesia's democracy is even more sophisticated than those other states'. Take decentralization. Jakarta, like New Delhi, oversees national defense, internal security, finance, foreign policy and the justice system. But unlike the Indian government, Indonesia's—thanks to two "big bang" reform packages passed in 2001 and 2006, and supported by SBY—must now coordinate most other activities through the country's 33 provinces and nearly 500 local administrations, where popularly elected leaders make policy, manage two thirds of all civil servants and oversee everything from schools to economic development. As World Bank economists Wolfgang Fengler and Bert Hofman observe in a soon-to-be-published study, Indonesia has turned itself from "one of the most centralized countries in the world into one of the more decentralized ones."

To see what that means on the ground, follow the money. Under a new fiscal system implemented in 2001, regions are allocated a huge slice of the country's budget to spend more or less as they please. Poor and remote areas receive the most per capita, and those with abundant natural resources get shared extraction revenues. According to the World Bank, regional governments in Indonesia now account for 36 percent of all public expenditures, compared with an average of just 14 percent in all developing countries. And locals can promote whatever agendas they choose. "This is the real revolution," says Erman Rahman, who heads the World Bank's local governance initiatives in the country. Regions with proactive leaders have become laboratories of experimentation from which innovative anti-corruption, public-health and economic-growth initiatives have emerged. For his part, SBY has enabled this process by maintaining macroeconomic discipline and political stability. And his support for local autonomy has undermined separatism, extremism and communal violence.

One regional pioneer, Gamawan Fauzi, took power in West Sumatra's Solok region in 2001 and quickly created a one-stop shop for government services, replacing an opaque and complex web of offices and brokers. Fauzi's concept was to bring all government services under a single roof, post set fees, promote autopayment and guarantee prompt service as a means of rooting out corruption. And it has worked: the model has since been emulated across Indonesia, and Transparency International reports that corruption, while still high, has been reduced substantially.

Other local leaders have earned fame by initiating innovative new programs. Gede Putrayasa, who heads the poorest of nine regencies on the tourist island Bali, won office in 2001 on a pledge to provide universal medical insurance and free education. The latter proved relatively easy (he simply waived the 5,000 rupiah monthly fees), but improving health care without breaking the local budget was tougher. Under the old system, funds went to hospitals and local administrators, who did things like stockpile pharmaceuticals procured from companies that paid kickbacks. Putrayasa's innovation: provide every local household free health insurance that compensates clinics for services actually provided. "There's not a big savings," says Putrayasa, "but everyone is covered and the efficiency is much better because there is no longer any corruption."

Such reforms have stimulated economic growth. Putrayasa's health-care and education initiatives (as well as a jobs program that sends underemployed rice farmers to Japan) have reduced the local poverty rate fourfold to just 5.5 percent today. Better local governance has also made Indonesia a major beneficiary of the global soft commodity boom. Together, the value of its four largest crops—rubber, coconut, palm oil and cocoa—rose from $2.3 billion in 2000 to an estimated $19 billion in 2008, CLSA calculates. That's thanks to local leaders like Fadel Muhammad, governor of the hardscrabble province of Gorontalo on the island Sulawesi, who turned his constituents into the country's best corn farmers by deploying teams of agricultural consultants; providing subsidized seeds, fertilizers and rental machinery to farmers; and giving cash rewards to village leaders who boost yields. Since 2002, Gorontalo's poverty rate has shrunk from 49 to 29 percent.

Of course, decentralization has its problems. Analysts and watchdog groups say that while the number of effective leaders in the 500 local administrations has spiked from a handful to 50 or more under SBY, they are sometimes particularly effective at blocking necessary national reforms and projects. The result, says Ramage, is that progress will be "evolutionary, not revolutionary." For example, the Trans Java highway, which would link Jakarta with Indonesia's second-largest city, Surabaya, was launched in 2004 with a target completion date of 2009, but is still only 10 percent done because of local opposition.

Nonetheless, Indonesia has already become a beacon of stability in Southeast Asia and the Islamic world. Its antiterrorism campaign—Indonesia has shut radical madrassas, established an effective counterterrorism force and cracked down hard on suspected cells, while also avoiding human-rights abuses—is seen as a model for the region. And as the world's most populous Muslim country, Indonesia's democratization has implications from Morocco to Mindanao in that it exemplifies an alternative to zealotry, intolerance and extremism. "Indonesia is not immune to radicalism we see worldwide, but this is exactly why we must maintain our identity as a moderate, tolerant nation," says Yudhoyono. "It enables us to prevent a clash of civilizations."

SBY is likely to win re-election next year, but even if he loses, analysts don't expect any sharp change in policy, because all the major political camps in Jakarta agree on the current reform blueprint. Even India does not enjoy that kind of stable consensus on how to catch China.

29 December 2009

The Best


What makes a man become the best in his field?

Mengapa sesorang berada di puncak, the best, ada banyak alasan mengapa seseorang ada di puncak. Salah satunya adalah karena dia ada di puncak, karena dia sekarang ada di puncak, maka dia bangga akan pencapaiannya dan akan sekuat tenaga untuk mempertahankannya.

Seorang anak SD yang baru masuk berhasil mendapat ranking 1 di kelas 1. Orang tuanya sangat bangga dan memuji si anak di depan semua orang. Si anak menjadi senang dipuji dan dibelikan mainan. Di kelas 2, si anak akan mempertahankan sekuat tenaga apa yang sudah ia peroleh, bukan hanya si anak, ayah dan ibunya pun akan mempertahankan ranking 1 tersebut.


gambar dari www.discoverkingman.com

13 October 2009

Sisi Lain dari Outliers: Tentang Jam Terbang, Kebudayaan dan Kesempatan


Tahun 2008 Malcolm Gladwell menerbitkan buku barunya yang bercerita tentang kesuksesan, buku tersebut diberi judul Outliers, atau terjemahan bebasnya adalah berbeda dari rata-rata. Penulis membuat contoh tentang berbagai Outliers yang ternyata menyimpan rahasia yang sederhana, tidak complicated dan berbeda dari kisah sukses yang lain.

Di awal buku ini Gladwell bercerita tentang sebuah desa bernama Roseta di Amerika Serikat, desa ini memiliki penduduk yang merupakan imigran dari Italia. Keunikan dari desa ini adalah penduduknya sangat sehat dengan angka kematian dan sakit kronis yang sangat rendah. Penyebabnya ternyata sangat sederhana, yaitu di Roseta orang tinggal dalam keluarga besar di sebuah rumah yang besar dan saling bertegur sapa dengan tetangganya dengan baik. Memang terbukti silaturahmi itu memanjangkan usia dan rumah yang luas menentramkan hati.

Di antara kebahagiaan seorang muslim ialah mempunyai tetangga yang shaleh, rumah yang luas dan kendaraan yang meriangkan. (HR. Ahmad dan Al Hakim)

Kisah berikutnya adalah tentang jam terbang, contoh kasusnya adalah Bill Gates, Bill Joy dan The Beatles. Bill Gates bisa seperti saat ini bukan karena satu hal saja, dia sampai ke titik puncak orang terkaya di dunia melalui serangkaian peristiwa, booming personal komputer di 80an, saat Bill Gates tidak terlalu muda untuk memulai usahanya sendiri dan tidak terlalu tua untuk mencoba hal baru. Bersekolah di SMP orang kaya yang mempunyai lab komputer sendiri di tahun 60an, dimana hanya ada 3 Universitas saat itu yang punya Time-Sharing computer. Bil Gates memulai keahliannya di bidang komputer saat masih SMP dan telah menghabiskan lebih dari 10 ribu jam untuk bisa ahli dalam bidang program komputer.

Bill Joy adalah penulis kode awal untuk sistem operasi UNIX dan salah satu pendiri SUN Microsystems. Bill Joy memulai keahliannya di bidang komputer saat masih kuliah semester satu di tahun 60an, saat Universitas Michigan baru saja menjadi salah satu dari 3 universitas yang mempunyai Time-Sharing Computer. Selain itu Bill Joy juga menemukan cara supaya dia bisa menggunakan komputer itu secara gratis selama 24 jam dengan cheat code. Pada tahun dimana PC booming Bill Joy sudah menyelesaikan10 ribu jam latihannya.

The Beatles kesempatan untuk bermain sejak SMP dan hidup di zaman setelah berakhirnya perang dunia kedua, zaman dimana orang butuh hiburan. Kebutuhan yang mengantarkan The Beatles untuk pergi ke Jerman dan bermain sampai 8 jam tiap malamnya. Di Jerman itulah mereka menyelesaikan 10 ribu jam latihannya dan memperoleh kesempatan saat perang telah usai.

Berikutnya adalah cerita tentang pengacara di New York yang sebagian besar adalah orang Yahudi. Setelah perang dunia kedua, pengacara di Amerika didominasi oleh orang kulit putih ras Nordik, untuk bisa bekerja di kantor hukum besar anda harus sekolah di fakultas hukum terkenal, berasal dari latar belakang ras yang tepat dan pergi ke gereja yang tepat. Pengacara Yahudi yang tidak dapat masuk ke Kantor Hukum terkenal tersebut lalu membuat kantor hukum sendiri yang menangani kasus yang ditolak kantor hukum besar. Kasus-kasus itu sebagian besar tentang perebutan perusahaan dan perceraian. Ternyata kemudian, kasus perebutan perusahaan menjadi booming, begitu juga dengan perceraian selebriti dan perebutan harta setelah bercerai. Kantor hukum yang dipegang oleh pengacara Yahudi tadipun akhirnya menjadi jauh terkenal dari kantor hukum yang lain, karena mereka memiliki pengalaman menyelesaikan kasus-kasus seperti itu.


Seseorang mengambil tali-talinya lalu pergi ke bukit dan memikul setumpuk kayu di atas punggungnya lantas menjualnya sehingga dengan demikian Allah mencukupkan baginya [rezeki] yang dibutuhkan (untuk hidupnya) itu adalah lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang-orang lain baik mereka memberikan maupun tidak. (Hadits riwayat Al-Bukhari)


Selanjutnya tentang bagaimana bertani penduduk Cina Selatan mengajari mereka tentang kerja keras. Penduduk cina selatan adalah petani padi yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk meningkatkan produksi padi, mereka mampu menhabiskan 15 jam dalam sehari hanya mengurusi padi. Hal ini jauh berbeda dengan Suku di Afrika yang hanya bekerja 1 jam sehari untuk mengumpulkan kacang-kacangan tanpa perlu menanamnya. Budaya kerja keras ini ternyata sampai ke anak cucu mereka yang walau sudah tidak bertani tetapi masih memiliki etos kerja tinggi.

Kisah ditutup dengan bagaimana program KIPP (Knowledge Is Power Program) di New York telah mengubah banyak anak miskin menjadi lebih baik dari sisi pendidikan dari orang tua mereka. Siswa kelas 5 masuk ke sekolah jam 7 pagi dan pulang jam 5 sore, lalu mereka diberikan PR yang bisa selesai minimal jam 9 malam. Selama liburan musim panas mereka masuk setengah hari dan hari sabtu mereka masih harus masuk sekolah.


Umar bin Al-Khaththab r.a. pernah mengatakan, "[Kuharap] jangan ada di antara kalian orang yang berpangku tangan lalu berdoa: 'Ya Allah berikanlah rezeki'. Sebab kalian tahu bahwa langit tidak menurunkan emas dan perak."

04 August 2009

Baut Jembatan Suramadu



Beberapa waktu yang lalu Jembatan Suramadu diresmikan Presiden SBY, jembatan terpanjang di Asia Tenggara ini menghabiskan dana triliunan rupiah dan 3 tahun pengerjaan. Tetapi ternyata baru seminggu diresmikan baut-baut jembatan sudah mulai hilang karena dicuri. Pihak kepolisian sampai mengerahkan ratusan aparatnya untuk mengamankan jembatan dari darat dan dari laut.

Penyelidikan yang dilakukan oleh kepolisian menyebutkan bahwa warga madura yang berprofesi sebagai pedagang besi bekas dicurigai sebagai pihak yang bertanggung jawab, lalu apa jawaban para pedagang besi bekas tersebut. Kuat dugaan mereka salah membaca tulisan Dilarang Ngebut di jembatan Suramadu menjadi Dilarang Ngebaut, makanya bautnya pada ilang dicopotin :D.

06 July 2009

Penyiksaan Polisi Mesir ke Mahasiswa Indonesia

"Setiap kali pertanyaan saya jawab dihadiahi sentruman satu, dua, tiga. Di paha kiri, perut kiri, puting susu kanan dan kiri. Ketika saya disetrum seperti itu, saking tidak kuatnya saya sempat memanggil, ibu..ibu..," tutur salah satu korban penganiayaan, Fathurrahman, dalam surat elektroniknya kepada detikcom, Sabtu (4/7/2009).

Fathur bercerita, setelah ditahan pada Minggu (28/6/2009) dini hari, pada pagi harinya mereka lantas diinterogasi secara bergilir. Dirinya mendapat jatah satu jam setelah salat Zuhur.

"Dengan mata tertutup saya dibimbing oleh salah satu polisi ke ruang interogasi. Baru masuk ruangan kemaluan saya langsung disetrum," kata Fathur.

Setelah itu baju Fathur lantas dilepas secara paksa dan digunakan untuk menutup matanya, menggantikan kain yang sebelumnya telah ditutupkan ke matanya. Lalu Fathur disuruh melepas celana dan duduk di lantai dalam keadaan telanjang bulat. Kakinya dilonjorkan sedikit dan diikat oleh salah satu polisi.

"Masih dalam kondisi duduk, tangan saya ditarik ke belakang dan diikat dengan celana yang saya pakai, dan saya diperintahkan berbaring dengan tangan terikat," lanjut Fathur.

Setelah itu Fathur ditanya berbagai persoalan, mulai dari Osama bin Laden, Ikhwanul Muslimin, hingga urusan-urusan pribadi menyangkut ibadah dan kuliahnya. Setiap pertanyaan yang dia jawab selalu mendatangkan setruman di berbagai bagian tubuhnya, mulai kemaluan, puting susu, paha, tangan, hingga perut.

"Apakah Anda salat di awal waktu?" tanya sang interogator seperti dituturkan Fathur.

"Kalau saya lagi mood," jawab Fathur. Kontan dia disengat setruman di buah zakarnya.

"Apakah Anda selalu hadir kuliah?" tanya sang interogator lagi.

"Saya kuliah waktu ujian saja," jawab Fathur. Lagi-lagi buah zakarnya menjadi sasaran setruman.

Begitulah, Fathur lantas dihujani berbagai macam pertanyaan yang tak masuk akal. Antara lain dengan siapa dia main bola, kenapa dia tidak main bola dengan orang Mesir, apakah dia punya teman warga Mesir, apakah dia kenal Osama bin Laden, apakah dia anggota Ikhwanul Muslimin, dan lain-lain.

Fathur menjawab dirinya tidak mengenal Osama. Dia juga mengaku bukan anggota Ikhwanul Muslimin. Setiap jawaban, lagi-lagi, selalu mendatangkan setruman.

Setelah penyiksaan itu berlangsung 15-20 menit, Fathur dilepaskan dari ikatan dalam kondisi lemah lunglai dan ketakutan. Lalu polisi membuatkan berita acara pemeriksaan dan mengembalikan Fathur ke tahanan awal setelah dia mengenakan kembali baju dan celananya.

"Masih di ruang tahanan, saya berdoa semoga tidak diintrogasi lagi sambil sedikit menangis merenungi dosa selama ini," kata Fathur.

Sekitar 20 menit kemudian Fathur dipanggil bersama dua orang temannya, Yunus dan Tasri Sugandi. Polisi menulis data pribadi mereka dan menyuruh mereka kembali ke tahanan setelah ditanya 1 hal, yakni apa pengaruh Osama bin Laden di Indonesia.

"Sambil menangis saya menjawab saya tidak kenal dengan Osama bin Laden," kata Fathur.

Dua jam setelah mereka kembali ke tahanan semula, mereka diberi nasi, gulai daging, dan anggur merah manis. Usai azan Isya, lagi-lagi mereka diperintahkan makan, kali ini 'ais (roti gandum), selai, dan keju.

"Beberapa teman yang satu tahanan banyak yang mogok makan, tapi tetap dipaksa polisi dengan alasan biar kuat. Saya sempat terpikir kalau dikasih makan banyak seperti ini besok biar kuat diinterogasi lagi," lanjut Fathur.

Pada pukul 23.00 waktu setempat mereka dipindahkan ke tahanan Hay Sittah. Di sana Fathur bersama 18 orang lainnya dijebloskan ke dalam kamar berukuran 4x3,5 yang berpenerangan lampu 5 watt dan hanya memiliki sebuah lubang udara. Mereka tidak diberi makanan maupun air minum. Selama 2 hari ditahan itu mereka terpaksa membeli makanan sendiri lewat penjaga tahanan.

Setelah 3 hari ditahan akhirnya mereka dibebaskan pada Rabu (1/7/20090) pukul 02.00 WIB. Mereka diberi pesan agar tidak bergaul dengan Ikhwanul Muslimin. Jika tertangkap lagi, mereka akan dideportasi ke negara masing-masing.

dari detik.com

Indonesian Student Tortured by Egyptian Police

Last week, four Indonesian Student in Egypt was arrested by Egyptian Police for Terrorism suspection. The Student was arrested by the Police for opening Ikhwanul Muslimun website www.ikhwanweb.com. Egypt government is long known as America's and Israel close friend, this is shown by the closing of Palestine-Egypt during Israel aggression last year.

Indonesia embassy seems to makes this close to public by asking those student not to tell their story to media in Indonesia and also the embassy is not sue Egyptian police for the case. Despite the democratic problem in Egypt, the response of government, especially the Indonesian Embassy in Egypt is unacceptable. Ambassador Abdurrahman Mohammad Fachir should be proactive in helping those student and makes them safe in the study.

Every family that send their children to study abroad hope that their children will makes a great achievement in their study, not to being beaten by the local government. This responsible should be in the Indonesian Embassy responsibility.

We, as a tax payer, pay the tax to government to receive protection from the government whether in our own country and also abroad.


12 June 2009

Nasehat Ust Rahmat Abdullah ke Pak Tif

“Jadi, akh Tif, berda’wah itu mirip dengan pekerjaan seorang petani. Biji yang ditanam tidak cukup hanya dibenamkan ke tanah lalu ditinggalkan. Kemudian kita berharap akan kembali pada suatu hari untuk memetik hasilnya.
Mustahil itu ! Mustahil !

Tanaman itu harus disiram setiap hari, dijaga, dipelihara, dipagari, bahkan kalau tunas-tunasnya mulai tumbuh, kita harus menungguinya, sebab burung-burung juga berminat pada pucuk-pucuk segar itu.

Jadi, para mad`u (pengikut da’wah) kita harus di-ri’ayah (dirawat), ditumbuhkan, diarahkan, dinasehati sampai dia benar-benar matang. Dijaga alur pembinaannya, ditanamkan motivasi-motivasi, dibangun keikhlasan mereka, didengarkan pendapat-pendapatnya, bahkan kita perlu sesekali bepergian dengannya. Agar kita memahami betul watak kader da’wah kita sebenarnya……”

sumber silmikaffa

15 May 2009

Pilihan Sulit Teladan Kesederhanaan: Budiono dan HNW

Pekan ini kantor terasa berbeda, divisi IT yang sehari-hari ramai oleh pembicaraan seputar aplikasi facebook di ponsel atau seputar Highdeal billing yang dibeli oleh SAP dan yang terhangat SUN Microsystem yang dibeli oleh Oracle. Pencalonan Boediono sebagai cawapres adalah pangkal diskusi tersebut, salah satu personil di divisi IT adalah putra dari pak Boediono dan kami semua mafhum bahwa keluarga pak Boediono adalah keluarga yang sederhana dan taat dalam beribadah.

Sampai seorang Faisal Basri yang merupakan salah satu top student di FEUI, selain dari Sri Mulyani, ikut mengomentari sosok Pak Boediono yang sederhana dan jujur. dikutip dari blog Faisal Basri.

Adalah Pak Boed pula yang memulai tradisi tak memberikan “amplop” kalau berurusan dengan DPR. Tentang ini, saya dengar sendiri perintahnya kepada Mas Anggito.

Ada dua lagi, setidaknya, pengalaman langsung saya berjumpa dengan Pak Boed. Pertama, satu pesawat dari Jakarta ke Yogyakarta tatkala Pak Boed masih Menteri Keuangan. Berbeda dengan pejabat pada umumnya, Pak Boed dijemput oleh Ibu. Dari kejauhan saya melihat Ibu menyetir sendiri mobil tua mereka.

Kedua, saya dan isteri sekali waktu bertemu Pak Boed dan Ibu di Supermarket dekat kediaman kami. Dengan santai, Pak Boed mendorong keranjang belanja. Rasanya, hampir semua orang di sana tak sadar bahwa si pendorong keranjang itu adalah seorang Menko.

Banyak lagi cerita lain yang saya dapatkan dari berbagai kalangan. Kemarin di bandara Soekarno Hatta setidaknya dua orang (pramugara dan staf ruang tunggu) bercerita pada saya pengalaman mengesankan mereka ketika bertemu Pak Boed. Seperti kebanyakan yang lain, kesan paling mendalam keduanya adalah sikap rendah hati dan kesederhanaannya.

Dua hari lalu saya dapat cerita lain dari pensiunan pejabat tinggi BI. Ia mengalami sendiri bagaimana Pak Boed memangkas berbagai fasilitas yang memang terkesan serba “wah.” Dengan tak banyak cingcong, ia mencoret banyak item di senarai fasilitas. Kalau tak salah, Pak Boed juga menolak mobil dinas baru BI sesuai standar yang berlaku sebelumnya. Entah apa yang terjadi, jangan-jangan mobil para deputi dan deputi senior lebh mewah dari mobil dinas gubernur.

Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh.


Cerita di atas sudah lebih dari cukup menggambarkan bagaimana sosok Boediono yang sederhana dan jujur. Ketika di sisi lain kita melihat seorang mantan kapolres mampu memiliki sampai lebih dari lima mobil mewah, sosok boediono bagai sebuah contoh bagi pejabat negeri ini.

Lalu mengapa menjadi pilihan yang sulit? karena di lain pihak ada sosok HNW. Untuk bisa menggambarkan dengan lebih jelas, mari kita ikuti tulisan lain tetang kesederhanaan juga dari pemimpin negeri ini.


Ia menyemir sepatu sendiri. Ia memulai hari dengan bersujud. Bersarung cokelat kotak-kotak, baju koko putih, dan peci hitam, Hidayat Nur Wahid, (48), ditemani putra bungsunya, Hubaib Shidiq, (9), keluar dari kamar tidur menuju musala di samping kanan rumah dinasnya. Di Musola berukuran 3 x 6 meter itu telah menunggu dua staf pribadi Hidayat yang juga akan salat subuh bersama, Jam 04.45 WIB Rabu lalu. Jam 05.10, usai salat subuh, Hidayat dan Hubaib beranjak ke lantai 2 rumahnya. Di depan ketiga kamar ada ruang berukuran 3 x 4 meter untuk ruang keluarga.

Seperti di ruangan lainnya, di ruangan seukuran lapangan bulu tangkis ini tidak ada aksesori yang tergolong mewah. Hanya ada televisi 21 inci dan akuarium berukuran 1 x 0,5 meter yang dihuni seekor ikan arwana. Di dinding tergantung satu lukisan bunga, foto Hidayat bersama para pemimpin MPR, serta foto-foto mendiang istrinya. Menu sarapan kali itu nasi uduk, kering tempe, ayam dan telur goreng, sambal, dan kerupuk. Buahnya jeruk dan lengkeng, minumannya jus jambu dan air mineral. Tapi Hidayat hanya mengambil kering tempe, ayam goreng, sambal, dan kerupuk sebagai teman nasi uduk. Hidayat agaknya penggemar kerupuk. Sekali makan, lebih dari tiga kali ia merogoh kaleng krupuk dari plastik itu. Ia mengaku tidak punya pantangan jenis makanan tertentu. Tapi masakan tradisional Jawa, seperti pecel, botok, sambal goreng, sayur lodeh, dan tentu saja kerupuk, paling ia gemari. Untuk bekerja hari itu Hidayat memilih kemeja batik lengan panjang biru dengan motif kawung putih dan celana hitam. Hidayat jarang mengenakan jas. Hidayat mengaku tak punya merek pakaian favorit. Istrinyalah yang biasanya menyediakan pakaiannya. Batik yang ia kenakan hari itu, misalnya, bahannya dibelikan Kastian dan dijahit di Pondok Gede, dekat rumah pribadinya. Mendiang Kastian pula yang membelikan jam tangan Tissot yang dikenakan Hidayat, juga telepon seluler Nokia--bukan Communicator. Kastian membelikannya saat berhaji, beberapa hari sebelum meninggal. "Ini kenang-kenangan terakhir almarhumah."


Sebaliknya, terlepas dari tarik ulur keduanya di posisi RI-2, Indonesia akan jauh lebih baik jika sosok-sosok seperti ini mewarnai pemimpin negeri ini, dan untuk lebih menyemarakkan suasana. Saya mengajukan solusi sederhana.

Kita buat HNW-Boediono saja, after all I'm not a SBY Fans though :)

14 April 2009

Yang Tersisa dari Pemilu Kemarin

Poster-poster lucu dari sisa-sisa Pemilu 2009 kemarin

Pokoke Kabeh Seneng



Ini Partai Budi

Bacaan Baru Haluan Baru

Judul di atas nggak bermaksud kampanye lho, toh juga pemilu sudah lewat dan PKS nomor empat :)... kali ini bukan tulisan tentang pemilu. Tulisan kali ini seputar bacaan saya akhir-akhir ini. Banyak orang bilang, pemimpin adalah produk rakyatnya, dan karya sastra adalah produk zamannya.

Berbekal kata-kata tersebut saya mencoba untuk membaca kembali karya sastra di era sebelum saya lahir atau lebih tepatnya tahun 60an. Era yang kata salah satu penulis dari luar adalah era dimana di UI kalau jam kosong kuliah banyak mahasiswi yang pada naik vespa pakai rok pendek keliling UI dan mahasiswanya di sepanjang jalan ramai menggoda. Saya sendiri hidup di masa ketika UI sudah jauh lebih baik (menurut saya) dengan mahasiswa dan mahasiswi yang sopan dalam pergaulan dan lebih mengedepankan moral yang lebih baik.

Buku yang cukup populer dari era tersebut adalah buku-buku pram (Pramudya Ananta Toer), beberapa orang yang mengaku sebagai aktifis kanan mungkin tidak familiar dengan buku-buku Pram, sedangkan aktifis kiri mungkin menjadikan Pram sebagai bacaan pertama mereka. Alhamdulillah, bacaan pertama saya adalah Sirah Nabawiyah Ramadhan Al-Buthi, jadi saya coba melebarkan sayap untuk membaca buku lain (ustad anis matta malah menganjurkan membaca buku penyambung lidah rakyat).


Bumi manusia adalah bacaan yang cukup menarik dan dapat menjelaskan jaman ketika Pram hidup dan menulis buku itu di 70an. Walaupun settingnya adalah Surabaya tahun 1900, namun jelas terlihat pesan dan emosinya adalah emosi 70an. Saya membaca buku ini dalah perjalanan ke Surabaya menjelang Pemilu, beberapa hal yang ingin saya share adalah bagaimana sebuah karya sastra Bumi Manusia menggambarkan era tersebut.

Era Intelektual Modern
Pergolakan Minke dengan HBSnya sedikit menjelaskan tentang tahun 70an yang sudah mulai bangkit dengan era intektual dan rasionalitas lebih dihargai dari pada tradisi-tradisi kolot dan kebodohan. Tentang pendidikan dan intelegensia, dalam tokoh Nyai Ontosoroh dan Juffrow Magda Peters, adalah segalanya menjelaskan bahwa kaum terpelajar adalah lebih dihargai oleh sesamanya.

Pergaulan Permisif
Kisah antara Minke dan Annelies Mellema di Bumi Manusia menggambarkan bagaimana kehidupan dan mimpi seorang Pram dalam melihat sebuah Cinta, bagaimana romantisme dan permisifisme seperti dalam Bumi Manusia umum dalam pergaulan.

Perlawanan Pemuda
Masa-masa ketika Orde Baru sedang jaya dan menguasai berbagai sektor kehidupan, masyarakat yang terkotak-kotak juga terlihat dari cerita di Bumi Manusia. Bagaimana Minke mencoba melawan dengan sekuat tenaga dan ilmu yang dia miliki.


Overall, memang Bumi Manusia adalah karya yang sanggup menyihir pembacanya untuk tak ingin lepas dari bacaan ini. Bagaimana Pram mampu memainkan emosi dasar manusia tentang Cinta, lewat tokoh Annelies, telah menjadikan karya ini salah satu produk zamannya.

Selamat Membaca.

01 April 2009

Kekuatan Umat


Hasan Al Banna bernasihat dalam buku Risalah Dakwah, nasihatnya diberikan ketika beliau ditanya tentang apakah Ikhwanul Muslimin akan menggunakan kekuatan politiknya untuk menekan pemerintah. Ustadz Hasan Al Banna menekankan bahwa kekuatan Ikhwanul Muslimin pada dasarnya adalah kekuatan umat yang bukan hanya berarti kekuatan kekuasaan.

Selanjutnya Hasan Al Banna mengungkapkan bahwa kekuatan umat itu dimulai dari tiga hal:
1. Kekuatan Iman dan Aqidah

Dalam bahasa Ust. Anis Matta, kekuatan Iman dan Aqidah adalah kekuatan ide besar dan tujuan hidup seorang muslim. Seorang muslim yang mantap aqidah dan imannya akan berorientasi untuk mendapatkan Ridho Allah SWT dan tidak meributkan hal-hal yang remeh temeh.

Dengan kekuatan iman dan aqidah inilah yang menjadikan Rasulullah dapat meninggal dengan tenang dan meninggalkan keluarganya dengan tenang walau tidak mewariskan apapun dalam bentuk harta benda.

2. Kekuatan Ukhuwah dan Silaturahmi

Rasulullah dalam suatu kisah selalu tahu kepribadian tiap sahabatnya, Utsman yang pemalu, Umar yang tegas dan Abu Bakar yang lembut. Ketika Umar datang berkunjung, Rasulullah bergegas bangun dari tidurnya dan bangkit dengan sikap tegap. Jika berbicara dengan Abu Bakar dan Utsman, Rasulullah berkata-kata dengan lembut.

Rasulullah dalam kisah yang lain selalu dimaki oleh seorang Yahudi dalam perjalanan di Madinah. Namun ketika si Yahudi sakit, Rasulullah lah yang pertama kali datang menjenguk Yahudi yang sakit tersebut.

3. Kekuatan Kekuasaan

Jika dua syarat kekuatan di atas telah dipenuhi maka kekuatan berikutnya adalah kekuatan kekuasaan. Bagaimana Rasulullah membentuk pemerintahan yang adil di Madinah adalah contohnya. Bagaimana Rasulullah menjawab tantangan perang dari Bangsa Romawi adalah contoh lain bagaimana membangun kekuatan melalui kekuasaan.

Ustadz Hasan Al Banna telah tiada, namun ide besarnya tentang kekuatan umat akan menjadi ide besar yang akan tersampaikan pada umat setelahnya.

Selamat membangun kekuatan di 2009

23 March 2009

Dua Mangkuk Berisi Batu dan Pasir

Kisah ini tadinya akan disampaikan ketika acara pengajian pekanan ahad kemarin di rumah. Tetapi karena hujan angin di Depok dan anak-anak nggak dateng, kisah ini saya tulis di blog ini saja.


Alkisah, di sebuah sekolah seorang guru membawa anak-anak muridnya ke lapangan sambil membawa dua buah mangkuk. Pada mangkuk pertama, guru tersebut memasukkan batu-batu besar sampai penuh. Lalu beliau bertanya pada muridnya.

Guru: "Apakah mangkuk ini sudah penuh?"
Murid-murid: "Sudah penuh pak"

Selanjutnya, guru tersebut memasukkan pasir ke dalam mangkuk itu dan pasir itu mengisi celah-celah di antara batu-batu dalam mangkuk. Lalu Sang guru kembali bertanya kepada muridnya.

Guru: "Apakah mangkuk ini sudah penuh?"

Pendapat para murid terpecah antara yang mengatakan tidak dan iya. Sang guru lalu mengisi mangkuk itu dengan air yang mengisi mangkuk tersebut bersama dengan batu dan pasir. Kemudian pak guru membawa mangkuk kedua dan mengisinya dengan pasir. Lalu bertanya pada muridnya.

Guru: "Apakah mangkuk ini dapat diisi dengan batu setelah berisi oleh pasir?"
Murid: "Tidak, Batu tersebut tidak bisa masuk ke dalam mangkuk"

Ketika pikiran kita berisi oleh ide-ide besar maka gagasan-gagasan yan lebih sederhana akan melengkapi ide besar tersebut. Namun, ketika pikiran kita hanya berisi ide-ide kecil dan masalah-masalah remeh, maka ide-ide besar tidak akan masuk dan kita akan disibukkan oleh ide-ide kecil tersebut.



05 March 2009

Indonesia Police women and Jilbab

Since the Aceh peace process, now East Java and its new Police Chief, Gen. Anton Bahrul Alam, have starts to suggest Muslims police women to wear jilbab in their daily task. Gen. Anton, former official police force spokesperson indeed have been given some new paradigm in the police force.

In routine meeting with East Java police forces, Gen Anton give the suggestion for muslim policewomen to wear jilbab (head scarf) in their daily duty to respect the local values of east java people, mostly are coming from Islamic school known as pesantren.

Hopefully what have done in Indonesia police forces will be influence the Indonesia military to let their muslim official to wear jilbab and also other institution for not forbid their muslim employee from wearing jilbab.

polwan jilbab
photo from detik.com


19 January 2009

Komentar Artis Hollywood Terhadap Pembantaian di Palestina

“Orang Arab adalah sumber terorisme di dunia yang ada sekarang ini. Mereka menyerang orang tanpa menyisakan satu orang pun. Saya harap Israel mengancurkan mereka.”

TOM CRUISE - (Mission Impossible, The Last Samurai)

“Keduanya, baik Palestina ataupun Israel, salah. Mereka harus menghentikan perang ini.”

WILL SMITH - (Ali, Men In Black)

“Bush, Sharon, Blair, dan Rice adalah nama-nama yang akan dikutuk sejarah sepanjang masa.”

GEORGE CLOONEY - (Ocean's Eleven, Batman & Robin)

“Bangsa Arab dan orang Islam bukan teroris. Dunia harus bersatu melawan Israel.”

ANGELINA JOLIE - (Lara Croft)

“Bangsa Arab hanya parasit untuk dunia ini, dan mereka harus ditumpas habis.”

RICHARD GERE - (Pretty Woman)

“Kita selama ini hanya berkata dari sudut pandang yang mempunyai kekuatan, bagaimana kalau kita ada di posisi yang lemah?”

SEAN CONNERY - (James Bond)

“Zionis adalah sumber kehancuran. Saya berharap saya bisa melawan mereka.”

MELL GIBSON - (Lethal Weapon, Brave Heart)

“Coba pelajari sejenak sejarah Yahudi, maka Anda akan tahu, siapa yang sebenarnya teroris.”

AL PACINO - (The Godfather)

“Kemanusiaan akan bisa ditegakan di dunia jika negara Israel sudah berdiri.”

DUSTIN HOFMAN - (Tootsie)

“Kita sekarang hidup di zaman di mana yang kuat memakan yang lemah. Kita tak lebih baik daripada bangsa Arab.”

RALPH FIENNES (Shakespeare In Love)

“Jika bangsa Arab kuat, mereka akan menghancurkan dunia. Maka sekarang, kita harus menghancurkan mereka.”

KEANU REEVES - (Speed, Matrix)

“Bangsa Arab lebih hina daripada binatang, dan kita Yahudi adalah bangsa terpilih. Tak ada lagi pertanyaan mengenai hal itu…”

HARRISON FORD - (Indiana Jones, Air Force One)

dari eramuslim.com