07 January 2016

Penagihan Pajak dan Budaya Malu

Sekira 10 orang telah berkumpul di depan rumah besar di sebuah kawasan elit, penjaga rumah terlihat sibuk berkomunikasi dengan pemilik yang sedang beribadah ke luar negeri. "Ada petugas pajak pak, mau memasang plang tunggakan pajak di depan rumah", lapor penjaga rumah ke pemilik rumah di ujung telepon.  Selesai komunikasi antara penjaga rumah dan pemilik, penjaga menyampaikan bahwa pemilik siap mentransfer tunggakan pajak hari itu juga ke rekening pembayaran.

Kegiatan pemasangan plang tunggakan pajak saat ini sedang gencar dilakukan petugas Pajak Daerah di DKI Jakarta, beberapa logo bank di ATM yang belum membayar Pajak Reklame juga dipasang stiker tunggakan pajak.  Rumah-rumah warga yang menunggak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) juga dipasang Stiker atau plang untuk rumah mewah yang belum membayar PBB.  Terakhir lapangan golf dan gedung perkantoran juga tak luput dari pemasangan plang tunggakan pajak.

Kegiatan penagihan pajak diatur dalam UU No. 19 Tahun 2000 jo. UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak, dalam upaya penagihan Pajak oleh Negara terdapat beberapa pilihan, diantaranya adalah Penyitaan aset milik Wajib Pajak/Pemilik, Penyanderaan (gijzeling), atau pengumuman di media massa.  Ditjen Pajak sebagai otoritas Pajak Penghasilan menggunakan mekanisme gijzeling untuk menagih, sementara Provinsi DKI Jakarta menggunakan mekanisme pengumuman dengan pemasangan Plang.

Pengumuman di media massa, gijzeling dan penyitaan tentu membutuhkan upaya yang lebih keras dan tidak mungkin akan terjadi gesekan dengan masyarakat terlebih biayanya cukup besar.  Sementara pemasangan plang jelas lebih murah dan gesekan bisa diminimalkan.  Budaya malu agaknya masih menjadi ciri khas di bangsa ini.

Bagaimana seorang pengusaha besar yang di lingkungannya terkenal sebagai public figure ternyata menunggak pajak dan dipasang plang/stiker besar di rumahnya.  Atau sebuah perusahaan akan kehilangan pamornya dengan pemasangan plang tersebut.

Seyogyanya upaya-upaya perpajakan memang harus berkembang dengan tuntutan zaman, sehingga urat nadi penerimaan negara ini menjadi tidak tertinggal dan tetap memberikan dana segar untuk pembangunan dan pemerataan di Indonesia.
 


No comments: