03 November 2009

Bibit Samad Riyanto di Mata Kawan Dekat

Bibit saya kenal sejak 1999. Selama kenal dengan Bibit, saya tak pernah makan bersama di restoran mewah. Biasanya pun kami duduk di mall, salah satu tempat favorit kami adalah kedai kopi di kawasan Mall Ciputra. Waktu itu Bibit menyetir sendiri mobilnya sedan Toyota Corolla bekas buatan tahun 1998. Warna hijau metalik tua.

------------------------------------------------------------

Bibit menghabiskan masa sekolahnya di kampung kelahirannya, Kediri. Berasal dari keluarga tak mampu yang hanya sanggup membiayainya hingga tamat SMP. Berikutnya dia membiayai sekolahnya sendiri, menjadi kuli tenun. Tamat SMA, bibit masuk Akabri (sekarang Akpol) dan lulus pada 1970. Alasannya masuk polisi sederhana saja, untuk menyambung hidup sembari menjadi penegak hukum.

Setelah lulus, Bibit menyunting Sugiharti, perawat dari Jawa Tengah. Mereka memiliki empat buah hati, yaitu Yudi Prianto, Bayu, Endah Sintalaras, dan Rini Wulandari. Dua di antaranya meniti karir yang sama dengan bapaknya yakni menjadi polisi. Ajun Komisaris Polisi Bayu Suseno kini menjabat sebagai Kepala Polsek Pagedangan, Tangerang.

Selama menjadi polisi, dia pernah menjabat di beberapa posisi penting. Di antaranya Kepala Polres Jakarta Utara, Kapolres Jakarta Pusat, Wakil Kepala Polda Jawa Timur dan Kepala Polda Kalimantan Timur. Ketika menjadi Kepala Polda Kaltim, Bibit tegas mengungkap illegal logging. Bibit menangani 234 kasus ilegal logging. Bibit bilang, si tauke yang terkena kasus berani menyuapnya Rp 500 juta- Rp 1 miliar.

Buat mendapatkan sekedar Rp 100 miliar, kalau dia mau itu perkara mudah. Namun itu tak dilakukannya, hingga kemudian dia terpental dari kursi Kapolda. Setelah itu pangkatnya mentok di bintang dua. Bahkan diujung kariernya dia tak diberi jabatan apapun. Hingga suatu kali, kami pernah diskusi soal rencana Presiden Abdurrahman Wahid yang hendak menunjuknya menjadi Kepala Polri. Dia sudah dipanggil, bahkan Gus Dur memintanya memaparkan programnya sebagai Kepala Polri.

Saat itu, saya menyarankan padanya mempublikasikan programnya itu ke media massa. Dia mengkritik kinerja di kepolisian. Hasilnya, ya dia tak jadi Kepala Polri, malah pensiunnya makin dipercepat. Rupanya, dia sudah mempersiapkan diri untuk menjudi dosen. Bibit menamatkan studi hingga S3 dan mendapat gelar Doktor. Sejak itu dia lebih banyak aktif sebagai pengajar di Universitas Bina Nusantara, Universitas Negeri Jakarta, PTIK, dan menjadi rektor Universitas Bhayangkara.

Setalah tak aktif di kepolisian, selain mengajar dia rajin menulis buku. Antara lain, bukunya yang berjudul "Pemikiran Menuju Polri Yang Profesional, Mandiri, Berwibawa, Dan Dicintai Rakyat."

Belakangan dia terpilih menjadi salah seorang pimpinan KPK pada 2007. Di sini pun dia masih meluangkan waktunya untuk menulis buku, salah satunya adalah "Anatomi Korupsi di Indonesia." Buku ini hampir rampung. Satu lagi buku yang dipersiapkannya adalah "Masih Pantaskah KPK Dipertahankan".

------------------------------------------------------------

Bibit adalah polisi yang tak pernah mengklaim dirinya sebagai seorang penegak hukum putih bersih. Ketika uji kelayakan untuk menjadi salah seorang pemimpin KPK, Bibit pernah bilang bahwa dia pernah menerima bantuan bahan bangunan, tetapi bukan dari pihak yang berpekara. Dari uang itulah dia membangun rumahnya yang waktu itu Rp 26 juta. Itu terjadi saat dia menjabat Kepala Polres di kawasan Jakarta.

Rumah yang sampai kini masih ditempatinya itu berada di Pedurenan, belakang Perumahan Griya Kencana I, Ciledug, Tangerang. Untuk menuju ke kampung, ada sebuah pintu masuk di belakang asrama polisi di sana. Itu adalah pintu masuk perumahan. Nah, rumah Bibit meminjam gerbang Griya Kencana. Di pojok belakang kompleks ada sebuah gang yang pas untuk satu mobil, di sinilah rumahnya.

Menghadap ke barat, rumahnya yang bercat putih itu berdiri di atas tanah seluas 600 meter. Tanah itu dibeli pada anak buahnya pada 1989 seharga Rp 2.000 per meter. Bentuk rumahnya biasa saja. Di dalam rumah tak ada barang mewah. Di depan rumah ada tanah kosong yang biasa digunakan oleh pedagang menaruh gerobak pedagang kaki lima, juga tempat membakar sampah.

Tak ada barang mewah di dalam rumahnya. Di garasi rumahnya masih ada mobil VW tua. Namun, kini sedan Corolla itu sudah tak ada lagi. Di garasinya ada terparkir mobil Toyota Kijang Innova dan Toyota Avanza. Keduanya berwarna hitam.

Itulah sebabnya saya percaya jika sejumlah polisi bilang Bibit adalah orang yang sederhana. Bahkan ucapan itu juga datang dari Mantan Kepala Polri, Jenderal (purnawirawan) Chaeruddin Ismail. "Mas Bibit memang orangnya sangat sederhana," katanya

------------------------------------------------------------

"Anatomi Korupsi di Indonesia." Begitu judul buku yang sedang dirancang Bibit. Saya diminta untuk mengeditnya. Tapi baru selesai separuh. Ini lima bulan lalu. Penyelesaian buku agak tersendat, karena kesibukannya.

Rabu pekan lalu, saya bertemu lagi dengan Bibit di rumahnya yang terletak di Pedurenan, Ciledug, Tangerang. "Sekarang kan aku lagi nganggur. Jadi bukunya hampir selesai, pekan depan ya," kata Bibit. Maklum setelah dinonaktifkan kesibukannya cuma berurusan dengan wajib lapor, menggugat ke Mahkamah Konstitusi, dan sisa waktunya dimanfaatkan untuk menulis buku.

Dia meminta saya mencari penerbit untuk mencetak bukunya. "Kita ambil royaltinya saja," kata Bibit kepada saya. Sejauh ini sudah beberapa penerbit saya jumpai. Hasilnya, mereka menolak dengan alasan buku itu kurang menjual. Tetapi Bibit tak menyoalnya. "Kita cari lagi, atau kita kirim bertahap ke media massa tulisannya, bagaimana?"

Pada Kamis pekan lalu, Bibit malah tak bisa keluar lagi dari Mabes Polri. Setelah menjalankan wajib lapor, dia langsung dijebloskan ke dalam tahanan Mabes Polri. Jumat dia dikirim ke tahanan Brimob di Kelapa Dua, Depok.

Saya nggak tahu apakah akan bisa menjenguknya dalam tahanan, agar bisa membantu Bibit menyelesaikan bukunya itu. Mudah-mudahan bisa rampung. Sebab, dia sangat bersemangat dengan bukunya itu. Dia sangat ingin mengurai karut marut korupsi di negeri ini.

Apakah, Bibit penerima suap? Wallahualam...

(dari vivanews.com)